023-2025
Artikel ini merupakan seri dari Kecerdasan Artifisial yang saya kumpulkan dari beberapa sumber termasuk bahan kuliah saya.
Secara regulasi, beberapa negara telah membuat kebijakan terkait dengan Kecerdasan Artifisial (KA) dengan pendekatan-pendekatan yang berbeda yang bertujuan menciptakan ekosistem yang aman, inovatif, dan beretika (Tabel 1). Namun jika dilihat regulasi AI ini dapat dibagi menjadi 2 yaitu soft-law, dan hard-law.
Review Regulasi AI
Sebelum kita membagi regulasi AI menjadi soft-law dan hard-law, kita tinjau dulu regulasi AI di beberapa negara di dunia.
Negara | Kebijakan Utama | Fokus Regulasi | Bidang Prioritas | Stakeholder |
Indonesia | Strategi Nasional Kecerdasan Artifisial 2020-2045 | Etika AI, pengembangan talenta, regulasi tanggung jawab, dan infrastruktur AI | Pendidikan, kesehatan, ekonomi, keberlanjutan, transformasi digital | KOMDIGI, BPPT, akademisi, komunitas teknologi, sektor swasta |
Uni Eropa | Regulasi UE 2024 tentang Kecerdasan Artifisial | Harmonisasi regulasi AI berisiko tinggi, pendekatan berbasis hak asasi manusia | Kesehatan, pendidikan, energi, transportasi, perlindungan lingkungan | Parlemen UE, Komisi UE, industri teknologi, regulator nasional |
California, USA | Rancangan Undang-Undang AI 2024 | Transparansi penggunaan AI, pelabelan konten AI, pencegahan penyalahgunaan AI | Pemilu, kesehatan, tenaga kerja, pendidikan | Legislator negara bagian, gubernur, organisasi nirlaba, perusahaan teknologi |
Tiongkok | Interim Measures for Generative AI Services | Kategori pengawasan berdasarkan risiko, perjanjian layanan pengguna, inovasi yang diawasi | Inovasi teknologi, kolaborasi internasional, pendidikan teknologi | Penyedia layanan AI, pengguna layanan |
Italia | Strategi AI Italia 2024-2026 | AI manusia-sentris, keseimbangan risiko-aksi, transparansi data | Inovasi industri, kesejahteraan sosial, pendidikan, pelestarian budaya | Pemerintah Italia, universitas, pelaku bisnis, masyarakat sipil |
Australia | Kebijakan Penggunaan AI yang Bertanggung Jawab di Pemerintahan | Etika AI, transparansi penggunaan AI di layanan publik, adaptasi regulasi | Pelayanan publik, efisiensi pemerintahan, kepercayaan masyarakat terhadap AI | Digital Transformation Agency, pemerintah federal, sektor pendidikan |
Korea | Blueprint for Korea’s Leap to Become One of the Top Three Global AI Powerhouses (AI G3) | Keamanan dan keselamatan AI, transformasi nasional AI, peningkatan infrastruktur komputasi, dan investasi sektor swasta | Transformasi AI nasional (70% di industri, 95% di sektor publik), semikonduktor AI, adopsi di bidang kesehatan, pendidikan, dan pertahanan | Komite Nasional AI, Kementerian Sains dan ICT, sektor swasta, komunitas internasional, perusahaan teknologi |
Jepang | Basic Law for the Promotion of Responsible AI (AI Act), AI Guidelines for Business Ver1.0 | Panduan untuk mengembangkan AI bagi developer, sistem keamanan untuk pengembangan AI, laporan kepatuhan dan audit | Infrastruktur AI, keamanan, mitigasi risiko sosial, inovasi, dan pengembangan ekosistem bisnis AI | Kementerian Ekonomi, Perdagangan, dan Industri (METI), pemerintah, perusahaan teknologi, pengembang/developer AI, pengguna bisnis |
Indonesia, melalui Strategi Nasional Kecerdasan Artifisial 2020-2045, fokus pada pengembangan talenta, etika AI, dan infrastruktur untuk mendukung transformasi digital yang inklusif. Uni Eropa mengeluarkan regulasi AI yang mengatur sistem AI berisiko tinggi, memastikan harmoni antara inovasi dengan kepentingan masyarakat berjalan baik. California mengeluarkan regulasi dengan mengedepankan transparansi dan pelabelan konten yang digenerasi oleh AI untuk mencegah penyalahgunaan teknologi, terutama dalam pemilu dan tenaga kerja. Tiongkok mengatur layanan AI generatif melalui pendekatan pengawasan berbasis risiko dan kolaborasi internasional. Jepang, melalui AI Guidelines for Business Ver1.0, memberikan panduan untuk developer, penyedia, dan pengguna AI, dengan fokus pada mitigasi bias data dan pembaruan sistem secara berkala. Selain itu, Basic Law for the Promotion of Responsible AI merupakan kerangka hukum mencakup penunjukan developer AI dan kewajiban audit untuk memastikan keamanan dan transparansi teknologi AI. Italia dan Australia mendorong pendekatan berbasis manusia (human-centric), dengan Italia fokus pada pelestarian budaya dan Australia pada peningkatan efisiensi pelayanan publik. Korea, melalui cetak biru AI G3, berupaya menjadi salah satu dari tiga kekuatan AI global (AI Power House) dengan investasi besar di sektor swasta dan adopsi AI luas dalam sektor publik dan industri.
Dengan melihat beberapa hal tersebut, regulasi AI dengan pendekatan berbasis risiko seperti Uni Eropa dan Tiongkok memastikan penerapan teknologi yang aman dan etis. Selain itu, langkah strategis mencakup pengembangan AI nasional yang fokus kepada manusia (human-centric), serta kemitraan lintas sektor untuk mendukung inovasi berbasis teknologi. Indonesia juga dapat meningkatkan kolaborasi internasional untuk memastikan AI memenuhi standar global dan memanfaatkan peluang dalam pasar AI global, sebagaimana dilakukan Korea. Pembuatan panduanseperti AI Guidelines for Business Ver1.0 dapat ditiru oleh Indonesia untuk meningkatkan kesadaran pelaku industri/developer terhadap tanggung jawab sosial dan keamanan teknologi AI. Selain itu, regulator di bidang AI diperlukan untuk koordinasi regulasi dan infrastruktur yang menjadi langkah kunci dalam membangun ekosistem AI. Serta adanya pengawasan dan pengendalian di bidang AI dapat memastikan implementasi kebijakan yang efektif dan mendukung keberlanjutan pengembangan AI.
Hard-law Vs. Soft-Law
Dari hal di atas sebenarnya bisa kita kategorikan regulasi AI menjadi 2 yaitu yang bersifat non-legally binding dan legally binding.
Soft-law merupakan regulasi yang bersifat non-legally-binding dalam artian hanya berupa prinsip, pedoman, etika, dan code-of-conduct. Hampir semua negara menggunakan pendekatan ini dalam meregulasi AI. Hal ini dapat dimaklumi karena AI merupakan teknologi yang beru yang jika kita terlalu ketat meregulasinya maka akan menghalangi inovasi.
Summum ius, summa iniuria
Hukum yang terlalu ketat bisa menjadi ketidakadilan terbesar.
Namun di sisi lain, Uni Eropa dan California menerapkan Hard-law, yang merupakan pendekatan bersifat legally-binding dengan kewajiban dan sanksi yang lebih jelas. Bentuk hard-law ini biasanya digunakan jika AI dipandang sebagai tools yang dapat memengaruhi hajat publik, seperti dalam hal AI pada transportasi (Autonomous Car), kesehatan (AI untuk mengambil keputusan pada perangkat kesehatan), dan militer (AI yang berhubungan dengan perang dan tentunya nyawa manusia).
Sebenarnya soft-law dan hard-law ini bisa diimplementasikan beriringan, di mana untuk soft-law untuk pro-inovasi, dan hard-law untuk hal yang berkaitan dengan hajat hidup orang banyak seperti pada sektor transportasi, kesehatan, dan militer.
Leave a Reply